Garis

Menolak Lupa Kematian Munir

Munir Pahlawan Nyata
Bagai mana nasib bangsa ini?
Jika Pada Akhirnya Nasib Pembela Akan Tragis?



Munir Shaid Thalib seorang aktivis HAM berpengaruh pada waktu itu kelahiran Malang, Jawa Timur 8-Desember-1965.
pria keturunan Arab indonesia ini dinyatakan meninggal di pesawat dalam perjalan dari jakarta ke Amsterdam di usianya yang ke 38 tahun (7-september-2004) dilansir dari Wikipedia.
Jabatan terakhirnya sebagai Direktur eksekutif lembaga pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Impersial.

Munir Said Thalib atau Munir begitulah ia sering disapa, Seorang pejuang sejati, seorang pembela HAM di indonesia. Pahlawan kelahiran Malang ini adalah seorang aktivis muslim ekstrem yang sangat menjunjung tinggi toleransi, berbudi luhur, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan kejahatan HAM. Dia merupakan seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Sang Pahlawan Kemanusiaan, mungkin itu sebutan yang cocok untuknya mengingat selama hidupnya ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja orang yang haknya tertindas. Perjuangannya tidak semata - mata untuk meraup kekayaan, ketenaran, pangkat, dan jabatan.

Peristiwa Wafatnya Munir 

Kecintaannya terhadap bidang hukum dan HAM membuatnya pantang menyerah untuk mengembangkan minatnya dengan melanjutkan belajarnya di Belanda. Namun niatnya untuk melanjutkan belajarnya di Belanda justru menjadi ujung perjuangan Munir selama hidupnya.

Diketahui Munir dibunuh dalam pesawat GA - 974 yang terbang dari Singapura ke Amsterdam. Saat itu, munir selalu bolak - balik ke kamar mandi dan mengeluh kesakitan. Dan keluhan munir itu dilihat oleh seorang pilot. Beberapa waktu kemudian pilot tersebut memindahkan munir ke bangku kosong sebelah seseorang yang kebetulan adalah seorang dokter.

Lamanya perjalanan Singapura ke Amsterdam sekitar 12 jam, membuat nyawa munir tak bisa diselamatkan. Munir diketahui tewas 3 jam sebelum pesawat mendarat ke Amsterdam. Munir diketahui mati diracun dengan racun arsenik yang dimasukan ke dalam makanan di saat berada di pesawat.

Sebelum Munir berangkat menuju Belanda, Suciwati (sang istri munir) maupun Munir, telah menemukan beberapa kejanggalan. Yaitu adanya telepon dari Pollycarpus. Tepat empat hari sebelum keberangkatan ke Belanda, Suciwati mengaku mendapat telepon ke ponsel Munir.

Telepon itu berasal dari orang yang mengaku sebagai Polly. Penelpon itu menanyakan hari keberangkatan Munir ke Belanda. Tanpa rasa curiga, Suciwati pun memberi tahu bahwa Munir berangkat pada Senin, 6 September.

Saat Suciwati menanyakan kepada Polly ada kepentingan apa Polly menelepon Munir, Polly kemudian menjawab bahwa dia adalah teman Munir yang bekerja di Garuda Indonesia dan berencana berangkat bersama Munir ke Belanda. Setelah itu perasaan Suciwati mulai tak karuan dan timbul rasa curiga, membuatnya menanyakan siapa Polly dan menyampaikan isi telepon tersebut kepada Munir setiba di rumah. Munir menjawab dengan santai, "Orang aneh dan sok akrab."

Ternyata ada rencana lain Polly menanyakan hal itu kepada Suci. Polly menelpon agar bisa mengatur jadwal dan memalsukan surat penugasan agar bisa ikut dalam penerbangan bersama Munir. Padahal, kala itu seharusnya ia menjadi pilot utama penerbangan menuju Peking, China.

Keanehan Polly juga disampaikan Munir lebih jauh. Sebelumnya, Munir pernah bertemu Polly di bandara ketika akan berangkat ke Swiss pada awal tahun 2004. Saat itu, Polly menitipkan sepucuk surat kepadanya untuk diposkan di Swiss.

Hal ini jelas aneh. Sebab, Polly merupakan seorang pilot yang tentunya punya banyak sekali kenalan, tapi kenapa justru ia menitip surat kepadanya, yang sebenarnya mereka tidak saling mengenal.


Kematian Munir Di Udara

Pesawat yang ditumpangi munir sempat transit di Bandar Udara Changi, Singapura, pada 7 September 2004, pukul 00.40 waktu Singapura selama satu setengah jam. Semua penumpang turun, termasuk Munir. Ketika itu, Munir sempat terlihat berbincang - bincang dengan dua orang, yakni Pollycarpus Budihari Priyanto dan Ongen Latuihamalo, di sebuah kedai kopi.

Di situlah, Polly memesan dua minuman, salah satunya untuk Munir yang telah dimasuki arsenik. Setelah itu Munir kemudian kembali ke pesawat untuk melanjutkan penerbangan. Sedangkan, Polly kembali ke Jakarta. Dan perjalanan kemudian dilanjutkan kembali menuju Amsterdam pada pukul 01.50 waktu setempat. Pesawat dijadwalkan tiba di Amsterdam pada tanggal 7 September 2004.

Sekitar 10 menit setelah pesawat lepas landas dari Bandara Changi, Munir tiba-tiba merasa sakit perut. Ia juga sempat memberi tahu keluhan itu kepada sang istri melalui pesan pendek atau SMS. Kemudian Munir meminta obat sakit maag kepada pramugari, tapi tak ada.

Beberapa menit setelah itu, Munir mulai bolak - balik ke toilet dan beberapa jam kemudian sakit perutnya semakin menjadi. Munir kemudian meminta pertolongan kepada dokter spesialis bedah jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, yang sempat bertegur sapa dengannya saat kembali naik pesawat dari Bandara Changi.

Tarmizi (dokter spesialis bedah jantung) kemudian memberi Munir obat diare dan obat maag dari peralatan medis yang dibawanya. Akan tetapi, kondisi Munir semakin memburuk. Kemidian Tarmizi pun menyuntikkan obat ke lengan kanan dan kiri Munir. Namun, tak memberikan efek apa - apa. Munir masih keluar-masuk toilet. Hingga akhirnya, ia mengatakan, ingin beristirahat dengan posisi tidur.

Di situlah Munir menghembuskan nafas terakhirnya. Hasil autopsi memperkirakan Munir itu meninggal pada pukul 09.05, waktu Belanda. Pada 12 September 2004, kemudian ia dimakamkan di Batu, Malang, Jawa Timur.

Dalam kasus ini, Pollycarpus, didakwa sebagai pelaku pembunuhan berencana. Ia divonis 14 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Tak terima putusan Hakim, Polly mengajukan banding ke Mahkamah Agung. Ia dinyatakan tidakk bersalah dan hanya dikenakan hukuman dua tahun penjara karena terbukti bersalah menggunakan surat dokumen palsu untuk perjalanan. Kejagung kembali mengajukan permohonan peninjauan kembali ke PN Jakarta Pusat. Polly kembali divonis 20 tahun penjara. Pada November 2014, Pollycarpus dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani masa penahanan selama lebih dari delapan tahun.

0 Response to "Menolak Lupa Kematian Munir"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel